KETIKA CINTA BERTASBIH

Akhirnya kesampaian juga niat saya untuk menyaksikan film hasil adaptasi novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy (kang Abik) ini. Tayang perdana pada Kamis 11 Juni 2009, saya pun langsung memesan tiket untuk jam tayang pukul 14.35 Wib. Antrian di depan loket cukup panjang. Akhirnya saya dapat bangku bernomor C-1. Maunya sih duduk di bagian paling belakang. Tapi apa daya, saya kalah start dari para penonton lainnya yang sudah terlebih dahulu membooking tiket.

Beberapa jam usai nonton, saya langsung berusaha menulis review/resensi film Ketika Cinta Bertasbih ini. Semoga bisa menjadi salah satu referensi. Dan inilah hasil penilaian dan komentar saya terhadap film yang disutradarai oleh Chaerul Umam dan ditulis oleh Imam Tantowi sebagai penulis ceritanya ini.


Inti ceritanya berkisar kehidupan mahasiswa Indonesia selama kuliah di Universitas Al Azhar Mesir. Namun fokus cerita tampaknya lebih dominan mengisahkan tentang pergulatan mengenai pencarian jodoh. Sinopsis selengkapnya bisa anda baca di sini.

Jalan ceritanya mengalir dengan cukup enak dan mudah dipahami. Apalagi ada selipan beberapa humor segar yang mampu sedikit membuat penonton tertawa atau minimal tersenyum. Karakter Azzam yang ulet, pekerja keras, teguh pendirian, sholeh, dan berwibawa pun mampu diperankan dengan sangat baik dan pas oleh Cholidi Asadil Alam. Begitu pula karakter wanita sholehah yang murah senyum, lembut, ramah, dan cerdas terlihat sangat pas dan maksimal ketika dimainkan oleh Oki Setiana Dewi (yang memerankan Anna Althafunnisa).

Untuk dua tokoh utama tersebut, menurut saya pemilihan pemainnya sangat pas. Akting keduanya bagus. Selain itu, tampilan fisik kedua pemeran utama tersebut juga sangat mendukung karakter yang ingin ditonjolkan.






trailer atau cuplikan beberapa adegan film ketika cinta bertasbih

Visualisasi cerita :

Kehidupan Azzam dan teman-temannya selama di Kairo Mesir tergambarkan dengan cukup baik dan natural lewat teknik pengambilan gambar dan angle-angle yang bagus. Setting cerita terlihat jauh lebih hidup dan natural ketimbang setting film Ayat-Ayat Cinta. Hal itu diperkuat lagi dengan banyaknya dialog-dialog berbahasa Arab. Terutama ketika mahasiswa Indonesia berkomunikasi dengan warga asli Mesir. Poin inilah yang membuat Ketika Cinta Bertasbih jauh lebih hidup daripada Ayat-Ayat Cinta (selain faktor setting dan pengambilan gambar).

Tidak ada kesan percepatan cerita seperti yang tampak dominan pada Ayat-Ayat Cinta. Efeknya, cerita terasa lebih mengalir hidup dan alami. Scene-scene yang mengambil gambar di jalan raya, pasar, dan setting luar ruangan lainnya tampak tergarap dengan durasi yang cukup lama serta dominan.


foto 5 pemain utama Ketika Cinta Bertasbih : Medya Sefira (Ayatul Husna), Alice Norin (Elliana), Cholidi Asadil Alam (Khairul Azzam)
Oki Setiana Dewi (Anna Althafunnisa), dan Andi Arsyil Rahman (Furqan)


Penyampaian pesan moral :

Saya lihat ada pesan mengenai pentingnya menjaga kesucian diri, baik itu bagi laki-laki maupun wanita. Ada juga pesan tentang perjuangan hidup selama di negeri orang (baik itu dalam usaha menyelesaikan studi maupun mempertahankan hidup di sana). Termasuk nilai-nilai persahabatan antar sesama teman sebangsa dan setanah air. Ada pula nilai-nilai tanggung jawab terhadap keluarga.

Semua pesan/nilai tersebut dikemas dan disampaikan dengan cara yang cukup menyentuh lewat adegan-adegan yang pas, dialog yang tepat, dan akting para pemain yang cukup menyatu.

Nilai lainnya tak lain adalah cinta. Di film ini, penyampaian nilai-nilai cinta terasa lebih indah dan mengena daripada apa yang tersaji di AAC garapan Hanung Bramantyo. Tampaknya sang sutradara dan penulis cerita Ketika Cinta Bertasbih ini banyak belajar dari kekurangan yang terdapat pada film pendahulunya yang sama-sama diangkat dari novel kang Abik (AAC).


5 pemain utama ketika cinta bertasbih : Medya Sefira, Andi Arsyil Rahman, Alice Norin, Oki Setiana Dewi, dan Cholidi Asadil Alam


Sinematografi :

Gambar-gambar yang tersaji di kamera bisa dibilang sangat apik, menarik, dan beberapa tampak sangat artistik. Suasana kota Kairo dan negara Mesir secara keseluruhan terasa cukup hidup. Bukan sekedar cuplikan klip-klip gambar seperti yang terlihat pada Ayat-Ayat Cinta.

Kesimpulan :

Secara keseluruhan, film ini menurut saya sudah jauh lebih bagus dari film serupa sebelumnya (AAC). Baik itu dari sisi setting, teknik pengambilan gambar, angle kamera, akting tokoh utama, dan juga penyampaian pesan moralnya. Yang membuat Ketika Cinta Bertasbih ini lebih terasa istimewa ialah karena sang penulis novel (kang Abik) juga ikut bermain sebagai salah satu tokoh utamanya. Apalagi juga melibatkan sejumlah aktor senior seperti Dedy Mizwar, Didi Petet, Slamet Rahardjo, dan El Manik.

Pokoknya nggak mengecewakan deh nonton film ini. Apalagi ada si cantik Alice Norin (favorit saya…hehehe). Dan buat pemeran Anna Althafunnisa (yaitu Oki Setiana Dewi), saya jadi kagum dan salut. Aktingnya benar-benar mencerminkan karakter wanita muslimah yang lembut dan sholehah. Duh, jadi ngefans deh sama kamu…


5 pemain utama ketika cinta bertasbih : Andi Arsyil Rahman, Alice Norin, Cholidi Asadil Alam, Oki Setiana Dewi, dan Medya Sefira


Nah, yang bikin kesel, ending film ini ternyata menggantung (alias bakalan bersambung ke seri 2). Tepatnya sesaat usai adegan pernikahan antara Furqan dan Anna Althafunnisa. Di saat adegan di kamar pengantin (di malam pertama), ternyata langsung diikuti oleh sedikit cuplikan seri selanjutnya yang berupa ayah Anna yang marah terhadap Anna karena ingin bercerai dengan Furqan sang suami (yang menurut tebakan saya karena ia membuka rahasianya yang mengidap HIV AIDS).

ayat ayat cinta

Ayat - Ayat Cinta oleh Habiburrahman El Shirazy

Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menilat-jilat bumi. Tamah dan pasir menguapkan bau neraka. Hembusan angin sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik. Penduduknya, banyak yang berlindung dalam flat yang ada dalam apartemen-apartemen berbentuk kubus dengan pintu, jendela dan tirai tertutup rapat.

Memang, istirahat di flat sambil menghidupkan pendingin ruangan jauh lebih nyaman daripada berjalan ke luar rumah, meski sekadar untuk shalat berjamaah di masjid. Panggilan adzan Zhuhur dari ribuan menara yang bertebaran di seantero kota hanya mampu menggugah dan menggerakkan hati mereka yang benar-benar tebal imanya. Mereka yang memiliki tekad beribadah sesempurna mungkin dalam segala musim dan cuaca, seperti karang yang tegak berdiri dalam deburan ombak, terpaan badai, dan sengatan matahari. Ia tetap teguh berdiri seperti yang dititahkan Tuhan sambil bertasbih tak kenal kesah. Atau, seperti matahari yang telah jutaan tahun membakar tubunya untuk memberikan penerangan ke bumi dan seantero mayapada. Ia tiada pernah mengeluh, tiada pernah mengerang sedetik pun menjalankan titah Tuhan.

Awal-awal Agustus memang puncak musim panas.
Dalam kondisi sangat tidak nyaman seperti ini, aku sendiri sebenarnya sangat malas keluar. Ramalan cuaca mengumumkan, empat puluh satu derajat celcius ! apa tidak gila !? Mahasiswa Asia Tenggara yang tidak tahan panas, biasanya sudah mimisan, hidungnya mengeluarkan darah. Teman satu flat yang langganana mimisan di puncak musim panas adalah Saiful. Tiga hari ini, memasuki pukul sebelas siang sampai pukul tujuh petang, darah selalu merembes dari hidungnya. Padahal ia tidak keluar flat sama sekali. Ia hanya diam di dalam kamarnya sambil terus menyalakan kipas angin. Sesekali ia kungkum menginginkan badan di kamar mandi.

skaterboard


lg terbang niE bWa sket y !!!